Sesungguhnya
IPA memiliki dua dimensi, yaitu “dimensi dinamik” dan “dimensi statik”
(Mannoia, 1980). Dimensi dinamik dari IPA menggambarkan IPA sebagai aktivitas
penyelidikan (investigasi) atau inkuiri ilmiah dengan menggunakan metode-metode
ilmiah, yang mengandalkan keterampilan- keterampilan proses saintifik, seperti
observasi, pengumpulkan data, klasifikasi, eksperimentasi, dsb.). Sementara
itu, dimensi statik dari IPA menggambarkan IPA sebagai produk sistem ide-ide
(konten IPA), yang pada dasarnya merupakan produk dari aktivitas penyelidikan
ilmiah (Farmer dan Farrell, 1980). Oleh
sebab itu dapat dikatakan bahwa IPA pada hakikatnya merupakan proses
(penyelidikan ilmiah) dan produk (pengetahuan saintifik). Produk-produk IPA
adalah hasil dari proses IPA, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 1.
Produk
Sains
1. Fakta
Fakta
adalah peristiwa yang terjadi dan dicatat dengan tanpa perbedaan pendapat.
Fakta diamati sama oleh semua pengamat. Bahwa logam memuai ketika dipanaskan
adalah fakta. Begitupun dengan matahari yang muncul dari timur dan tenggelam di
barat, diamati sama oleh manusia di Bumi. Fakta dapat dibuktikan benar salahnya
melalui observasi saintifik. Fakta mengenai fenomena alam menjadi sumber bagi
pengembangan IPA. Peran fakta dalam pengembangan IPA adalah menjadi landasan
bagi verifikasi (membuktikan kebenaran) teori, dan falsifikasi (membuktikan
kesalahan) teori, modifikasi teori agar dapat menjelaskan lebih luas fenomena,
bahkan melahirkan teori baru.
2. Data
Data
adalah informasi yang dipertimbangkan relevan untuk suatu penyelidikan, dan
dikumpulkan dalam kondisi-kondisi yang khusus Farmer & Farrel,1980). Data
merupakan fakta yang terpilih yang diperoleh dengan cara khusus untuk tujuan
tertentu sesuai yang dipertimbangkan tepat oleh peneliti.
3. Konsep
Konsep
adalah abstraksi sebagai generalisasi tentang sekumpulan ide, obyek, atau
peristiwa, berdasarkan karakteristik esensial dari proses, obyek, atau
peristiwa tersebut (Farmer & Farrell,
1980). Bahwa “asam merupakan zat yang larutannya dalam air memerahkan
warna lakmus” adalah contoh konsep (abstraksi dari sejumlah zat yang memiliki
karakteristik yang sama). Kata “asam” dalam konteks ini adalah suatu “label”
konsep. Contoh label konsep lainnya adalah mamalia, insekta, populasi,
mortalitas, atom, mineral, logam, gaya, magnet, fluida, kepolaran, massa jenis.
Label konsep seringkali
dinyatakan dalam bentuk lambang, seperti halnya I (kuat arus), Ar (massa atom relatif), dan λ
(panjang
gelombang).
Farmer
dan Farrel (1980) mengklasifikasikan konsep-konsep ke dalam dua kategori, yakni
“konsep
berlandaskan pengamatan” (concepts
by inspection) dan “konsep berdasarkan definisi”(concept
by definition), yang sering disebut juga konsep
teoritis (theoretical concepts) atau konstruk teoritis. Konsep berlandaskan pengamatan merupakan
abstraksi dari hasil pengamatan terhadap sejumlah proses, obyek, atau
peristiwa. Konsep berdasarkan definisi tidak diabstraksi dari hasil pengamatan,
melainkan didefinisikan berdasarkan kesepakatan pakar, contohnya kemagnetan,
kepolaran, natalitas, frekuensi.
4. Prinsip,
Hukum, dan Aturan
Prinsip,
hukum, dan aturan adalah pernyataan yang memprediksi antarhubungan
konsep-konsep (Farmer dan Farrell, 1980). Terdapat dua kategori prinsip, yakni
prinsip empirik dan prinsip teoretik. Prinsip empirik merujuk hanya pada
antarhubungan konsep-konsep berdasarkan pengamatan, tetapi tidak menyediakan
penjelasan terhadap antarhubungan yang diprediksikan. Contohnya adalah hukum
Ohm: “Arus listrik dalam suatu rangkaian
berbanding lurus dengan gaya gerak listrik (electromotive
force) dan berbanding terbalik
dengan hambatan”, I
= E/R. Prinsip ini melibatkan
antarhubungan berbagai konsep dan memprediksi apa yang akan terjadi dalam
interaksi antarkonsep tersebut. Istilah prinsip, hukum dan aturan seringkali
dipertukarkan satu sama lain dalam literatur IPA. Contoh lain bagi prinsip empirik
adalah hubungan kuantitatif antara bahang (kalor) dan pemuaian, sebagaimana dideskripsikan dalam formula Pt = Po (1 +
λt).
Sementara
itu prinsip teoretik merujuk pada konsep-konsep teoretik yang menyediakan
penjelasan
di samping memprediksi. Contohnya adalah prinsip berikut: “Pada temperatur di
atas nol absolut (Absolute
Zero), gerakan molekul gas bersifat
acak baik dalam kecepatan maupun arah”.
Prinsip teoritis tidak menggambarkan relasi kuantitatif seperti halnya Hukum Ohm, tetapi mempunyai daya eksplanasi terhadap berbagai fenomena terkait.
Prinsip teoritis tidak menggambarkan relasi kuantitatif seperti halnya Hukum Ohm, tetapi mempunyai daya eksplanasi terhadap berbagai fenomena terkait.
5. Teori
Teori
merupakan “generalisasi-generalisasi konseptual” (Mannoia, 1980), oleh
karenanya teori bersifat abstrak dan umum, serta mengeliminasi detail-detail
(partikularitas). Teori kinetik molekul (the
molecular kinetic theory) berlaku umum terhadap gas tanpa
mempersoalkan jenis zatnya.
Begitupun
dengan teori gravitasi Newton, yang mengabaikan bentuk dan warna benda.
Pada
dasarnya, teori merupakan sistem penalaran logis yang dikontruksi secara
hati-hati dengan asumsi-asumsi tertentu tentang sifat alam. Asumsi ialah
hal-hal masuk akal yang diterima secara tentatif
tanpa bukti-bukti yang menunjangnya
(Farmer dan Farrell, 1980). Teori kinetik molekul mengasumsikan gas terdiri
atas molekul-molekul dan ruang, dan molekul tersebut bergerak lurus hingga
bertumbukan secara elastik sempurna
dengan dengan molekul sejenisnya atau dengan dinding wadahnya. Teori kinetik
molekul digagas oleh Robert Clausius dengan menggunakan penalaran abduktif (abductive
reasoning), yakni proses inferensi logis
dari observasi menuju teori (Mannoia, 1980).
Teori
menjelaskan tentang apa yang terjadi di alam, atau penjelasan mengapa gejala
terjadi. Oleh karenanya teori dapat dipandang sebagai jawaban terhadap
pertanyaan “mengapa”. Mengapa dalam kondisi tertentu gas-gas memenuhi
hukum-hukum gas ideal, PV =
nRT, dapat dijelaskan oleh teori
kinetik molekul. Lebih luas lagi, teori
memegang peranan penting dalam mengarahkan
observasi,
merangkum pengetahuan, memprediksi, dan mengendalikan fakta. Oleh karenanya,
kedudukan teori sangat penting dalam riset ilmiah, teori terutama dirujuk untuk
menggagas hipotesis (eksplanasi terhadap fakta) sebagai langkah awal dari
keseluruhan proses inkuiri ilmiah.
6. Model
Model
dalam IPA adalah representasi dari suatu fenomena (obyek, proses, sistem)
sesuai dengan teori yang melandasinya. Model dikonstruksi untuk memberikan
gambaran yang lebih jelas tentang fenomena (Gilbert, Boulter & Elmer,
2000). Model tatasurya dari atom Bohr dikonstruksi untuk merepresentasikan
(lebih kongkrit & visual) teori atom Bohr. Begitupun dengan model orbital s
(bulat), dan orbital-orbital p (seperti halter) yang dikonstruksi untuk
merepresentasikan kedua macam orbital tersebut menurut teori atom berbasis
mekanika kuantum.
Perlu
dicatat bahwa sangat sukar untuk memodelkan teori secara sempurna, sehingga
model selalu mengandung sedikit kesalahan.
Dalam pendidikan, dikenal berbagai model
mengajar/pembelajaran
(teaching
models) sebagai representrasi proses
pembelajaran yang sesuai dengan teori relevan, sehingga setiap model
pembelajaran mempunyai sintaks (langkah-langkah proses) tertentu.
Proses-Proses IPA
A. Observasi
Observasi
adalah menggunaan indera manusia dan peralatan yang memperkuatnya (mikroskop,
teleskop, dan instrumen-intrumen canggih) untuk memperoleh informasi tentang
aspek alam yang tengah diteliti. Perkembangan dalam alat-alat observasi dan
pengukuran turut menentukan peningkatan akurasi dan presisi data. Kehadiran
instrumen-instrumen canggih untuk menganalisis difraksi sinar X, mikroskop
elektron, spektrofotometer-spektrofotometer canggih, menyebabkan kajian
terhadap struktur material, termasuk struktur belitan ganda (double
helix) DNA diketahui. Tanpa teleskop
canggih sukar dibayangkan struktur galaksi kita bahkan struktur alam semesta
diketahui.
B. Pengumpulan Data
B. Pengumpulan Data
Pengumpulan
data merujuk pada aneka proses dan teknik untuk secara sistematik mengumpulkan
dan mencatat data, serta pada kondisi apa data dikumpulkan. Walaupun observasi
sebagai proses dasar untuk memperoleh fakta/peristiwa tentang alam, pengumpulan
data (data
gathering) berbeda dengan observasi. Pertimbangan perlu dilakukan sebelum proses
pengumpulan data dimulai untuk menentukan fakta mana yang relevan, bagaimana
dan bilamana observasi akan dilakukan. Data deskriptif dikumpulan dan dicatat
dalam bentuk kata-kata tertulis atau simbol-simbol yang dicatat secata
sistematik. Sedangkan data kuantitatif dikumpulkan secara sistematik dari
pengukuran- pengukuran dengan alat-alat ukur dan prosedur pengukuran secara
konsisten.
C. Analisis dan Interpretasi Data
Data
adalah penting, namun data tidak berarti sebelum dianalisis sehingga pola data
dipahami, dan maknanya ditafsirkan. Analisis dan interpretasi data melibatkan
“reduksi data”, yakni aplikasi matematika/statistika untuk mengungkap pola-pola
dari data mentah (raw
data) berdasarkan data yang tersedia,
serta interpolasi dan ekstrapolasi data berdasarkan pola-pola data tersebut.
Kehadiran program-program aplikasi komputer analisis data membantu dalam
manajemen dan analisis data untuk menemukan relasi-relasi antarvariabel
penelitian.
D. Klasifikasi
Proses
klasifikasi obyek-obyek, peristiwa-peristiwa, dan ide-ide dengan menggunakan
ciri-ciri khusus yang dipilih membantu ilmuwan menarik
generalisasi-generalisasi, yang melahirkan
kategorisasi- kategorisasi dan konsep-konsep baru.
E. Eksperimen
Pada
dasarnya eksperimen merupakan program dengan desain terencana untuk menguji
hipotesis yang diturunkan dari teori. Hipotesis adalah pernyataan prediktif
dalam bentuk “jika-maka, yang diturunkan
sebagai konsekuensi teori. Ilmuwan menggunakan proses eksperimen untuk
menemukan efek suatu variabel bebas terhadap variabel bergantung, dengan
mengendalikan (mengontrol) faktor- faktor lain yang dapat mempengaruhi variabel
bergantung (Carey, 2015).
Eksperimen
menyediakan bukti-bukti empiris yang mengkonfirmasi atau menyanggah
hipotesis
(Carey, 2015). Kontrol terhadap faktor-faktor yang diduga turut berpengaruh
merupakan kunci suatu eksperimen. Semakin baik pengendalian (kontrol) serta
akurasi pengukuran terhadap variabel- variabel eksperimen, semakin cermat
temuan-temuan eksperimen itu. Sejarah IPA memperlihatkan banyak hukum dalam IPA
diformulasi berdasarkan temuan-temuan eksperimen, seperti halnya hukum Mendel,
hukum Lavoisier, hukum Kirchhoff, dan hukum Henry.
Sifat Pengetahuan IPA
Kajian hakikat IPA meliput juga karakteristik pengetahuan ilmiah dalam IPA. Sintesis dari pikiran sejumlah penulis (Wenning, 2015; Poh, 2005; menunjukkan karakteristik pengetahuan ilmiah antara lain:
Empirik: Pengetahuan-pengetahuan dalam IPA berlandaskan observasi, sebab merupakan hasil interpretasi-interpretasi terhadap fenomena alam. Walaupun pengetahuan ilmiah melibatkan abstraksi- abstraksi, namun validitasnya dibuktikan oleh konsistensi penjelasan ilmiah dengan menggunakan pengetahuan tersebut dengan bukti empirik.
Tentatif: Walaupun pengetahuan ilmiah didukung oleh banyak data pengamatan dan eksperimentasi, tidak dapat dipandang bersifat final. Pengetahuan ilmiah pada saat yang sama stabil dan lentur.
Walapun
tahan lama (durable)
dan tangguh (robust),
namun pengetahuan ilmiah terbuka untuk revisi dan perubahan sesuai dengan bukti
baru yang didapat.
Terbatas: IPA tidak dapat menyediakan jawaban terhadap semua persoalan manusia. Pengetahuan ilmiah berdasarkan bukti empirik dan cocok untuk memahamai dunia fisik, tetapi tidak cocok untuk memahami fenomena supernatural, moral, estetika, seni, filsafat, dsb.
Imajinatif dan Kreatif: IPA memerlukan imajinasi dan kreativitas, khususnya dalam melakukan inferensi terhadap fenomena yang diobservasi. Observasi mendeskripsikan apa yang diinderai, sedangkan inferensi dibuat berdasarkan interpretasi terhadap data observasi secara imajinatif dan kreatif.
Teruji: Pengetahuan saintifik harus dapat diuji. Laporan penemuan ilmiah harus dilaporkan secara jelas prosedurnya dalam jurnal ilmiah, sehingga ilmuwan lain dapat menginvestigasi ulang terhadap persoalan yang sama. Pengetahuan ilmiah menjadi kokoh jika banyak peneliti lain membuktikan kebenaran pengetahuan baru yang ditemukan.
Parsimoni: Saintist menjelaskan fenomena alam secara sederhana dan koheren, bukan secara rumit, sehingga mudah dimengerti.
Subyektif: Pengetahuan ilmiah merupakan upaya manusia, sehingga proses, metode, dan pengetahuan ilmiah tidak terlepas dari subyektivitas manusia. Oleh sebab itu bukan tidak mungkin ilmuwan berbeda memberikan interpretasi berdeda terhadap set data yang sama. Di samping itu pengetahuan ilmiah juga dihasilkan dalam konteks sosial, budaya, dan politik tertentu, sehingga faktor-faktor tersebut dapat turut berpengaruh terhadap pengetahuan ilmiah.
Demikian penjelasan tentang hakikat sains.
Barangkali bermanfaat ...
Penulis : Hari Firman
Demikian sedikit penjelasan tentang materi ini, jika mau membaca materi yang lainnya silahkan klik DISINI
Terima Kasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar